KPAD Kota Pontianak Minta Orang Tua Awasi Anak dari Judi Online

KPAD Kota Pontianak Minta Orang Tua Awasi Anak dari Judi Online

Blog Single

 

Orang tua melapor ke KPAD berawal dari sang anak yang mencuri tabung gas. Tabung gas yang dicuri itu milik orangtuanya. Tabung gas itu dijual untuk membayar hutang ke temannya. Anak tersebut meminjam uang temannya untuk membeli chip judi online.

 

Niyah menambahkan sebelum dilaporkan pun, anak tersebut sudah pernah tertangkap saat aksi balap liar.

“Jadi orangtuanya langsung yang melaporkan ke kami,” kata Ketua KPAD Pontianak Niyah Nurniyati di Pontianak, siang kemarin.

Niyah menjelaskan terkait pelaporan itu, KPAD sudah membuat kesepakatan dengan orangtua serta anak. Harapannya anak tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Selain itu pun anak tersebut sudah dimasukkan ke pondok pesantren.

Niyah menambahkan KPAD sudah menginisiasi pertemuan yang melibatkan Diskominfo, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, organisasi perempuan, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan organisasi lintas etnis.

Pertemuan itu membahas program pencegahan judi online pada anak. Hasil rapat disepakati membatasi penggunaan telepon genggam di sekolah.

Lanjut Niyah, kesepakatan itu diambil karena melihat gawai atau telepon genggam menjadi pintu masuk bagi anak-anak terpapar judi online. Bahkan prostitusi dan pornografi.

“Pj Wali Kota juga menyampaikan komitmen untuk membuat surat edaran ke sekolah-sekolah mengenai pencegahan judi online ke anak,” ujar Niyah.

Niyah menambahkan kesepakatan lainnya yakni penandatangan surat yang membolehkan pihak sekolah mengakses gawai milik peserta didik.

Surat itu mesti diketahui orangtua dan peserta didik.

Surat pernyataan itu dibuat sebagai pengecualian. Sebab gawai merupakan privasi sebagaimana dalam UU ITE.

“Jadi dibahas itu, karena untuk anak, maka pengecualian. Sulit juga guru melakukan pengawasan jika gawai tidak bisa dibuka. Gawai itu dibuka atas persetujuan anak dan orangtua,” terang Niyah.

Menurut Niyah pihak sekolah tetap membolehkan peserta didik membawa gawai karena ada yang digunakan untuk pembelajaran.

Para guru pun tidak bisa maksimal merazia. Jika dirazia, HP disita tetapi tidak bisa diakses.

“Sehingga rakor kemarin, HP anak itu tidak hanya dirazia tetapi bisa diakses atas persetujuan orangtua dan anak. Persetujuan itu di awal masuk sekolah,” terang Niyah.

Niyah menambahkan pihaknya sudah bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk kegiatan kesehatan mental anak.

Kegiatan ini digelar karena anak sudah terpapar dan melepaskan ketergantungannya dengan gawai.

Niyah mengimbau para orangtua untuk mengawasi aktivitas anaknya saat bermain gawai. Pengawasan itu juga termasuk dilakukan sekolah, tetangga dan keluarga.

“HP juga penting agar anak-anak mengenal teknologi, namun tetap diawasi,” imbau Niyah.

Niyah juga mengingatkan para anak agar tidak menutup aksesnya. Mulai dari akses masuk ke gawai hingga ke aplikasi-aplikasi yang terinstal.

Akses itu dibuka membuatkan pengawasan saat anak bermain gawai.

Pada kasus yang berbeda, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Antonius Trias Kuncorojati membagi dua kategori terhadap kasus kejahatan yang melibatkan anak. 

Kategori pertama, anak berhadapan dengan hukum atau berstatus sebagai tersangka, yakni cabul empat orang, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 14 orang, kekerasan terhadap anak sembilan orang, persetubuhan 16 orang, eksploitasi tiga dan kepemilikan senjata tajam sebanyak tujuh orang. 

Trias menerangkan, sementara untuk anak sebagai korban, cabul empat anak menjadi korban, 14 anak menjadi korban KDRT, sembilan anak menjadi korban kekerasan, 16 anak menjadi korban persetubuhan, satu anak menjadi korban eksploitasi dan tujuh anak menjadi korban kepemilikan senjata tajam.  

"Kasus kejahatan terhadap anak baik korban maupun pelaku mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya," kata Trias, kemarin. 

Trias menuturkan, jika kasus terhadap anak yang terjadi di tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkatkan dua kali lipat. 

"Harus diakui kejahatan terhadap anak, baik cabul, persetubuhan maupun yang lain memang menjadi perhatian kami dan harusnya menjadi perhatian semua pihak," ucap Trias. 

Trias menyatakan, dalam perkara kejahatan terhadap anak pihaknya mengacu pada sistem peradilan anak yang ada pada Undang undang nomor 11 tahun 2012 dan aturan hukum lainnya. 

Trias menjelaskan, terhadap anak berhadapan dengan hukum kebanyakan, dilakukan penahanan namun penahanan dilakukan harus terpisah dengan pelaku pidana dewasa.

Biasanya anak-anak yang ditahan adalah anak-anak yang sudah putus sekolah, orangtua tidak lengkap.

"Mengapa anak-anak dengan latar belakang putus sekolah, orangtua tidak lengkap ditahan? Ini kami lakukan untuk menghindari mereka melarikan diri, karena tidak ada yang mengawasi sehingga dikhawatirkan mengulangi perbuatannya," tutur Trias.(mse)

 

sumber: https://pontianakpost.jawapos.com/metropolis/1464819527/kpad-kota-pontianak-minta-orang-tua-awasi-anak-dari-judi-online

Share this Post: