Penyebab Kenakalan Remaja dan Anak Terlantar di Pontianak
KBRN, Pontianak: Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Pontianak, Niyah Nurniati mengungkapkan, jika melihat di tahun 2024 ada lima besar permasalahan perlindungan anak paling besar. Yang pertama, adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) terlibat tawuran, balap motor, perang sarung, perang sajam dan lainnya. Kedua, korban tindakan kekerasan seksual.
Ketiga, hak asuh anak, hal ini disebabkan oleh tingginya angka perceraian di Kota Pontianak. Keempat, anak putus sekolah, dan anak yang terlibat tawuran sajam sebagian besar sudah tidak sekolah lagi.
“Mereka putus sekolah, mereka pernahsekolah, tapi mereka berhenti, ada yang hanya sampai SD tidaka lanjut,” ujarnya belum lama ini.
Kelima, kluster kesejahteraan, anak yang terlibat sajam atau tawuran kebanyakan anak dari keluarga tidak mampu. Hal ini diperparah orang tua mereka atau ayah dan ibunya sudah cerai sehingga anak itu terbengkalai dan putus sekolah. Dari hal itulah terjadi keterlantaran sehingga anak-anak inipun melakukan aksi kumpul-kumpul, karena tidak memiliki aktivitas yang positif, dari siinilah mereka membuat geng hingga kemudian merencanakan aksi tawuran.
Niyah mengungkapkan untuk data kenakalan anak dan remaja yang dihimpun oleh KPAD Kota Pontianak dalam pada tahun 2025 hingga bulan Maret sudah sebanyak 78 orang yang diamankan dan 57 orang diantaranya ABH. Kemudian satu orang remaja Muhammad Iqbal Syahputra berusia 15 tahun menjadi korban dinyatakan meninggal dunia akibat dikeroyok saat pawai obor menyambut bulan suci Ramadan.
Dalam kasus ini Polresta Pontianak telah mengamankan dua pelaku inisial F (18) dan R (15). Kedua pelaku dikenakan pasal 80 Ayat 3 Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Juncto pasal 170 KUHP pasal 155 ayat 1 dengan pidana penjara paling lama 15 tahun penjara.
Angka keterlibatan kenakalan anak ini meningkat dibandingkan tahun 2024 di angka sembilan orang ABH. Namun, sama-sama memakan satu korban jiwa remaja berusia 17 tahun akibat tawuran menggunakan senjata tajam (sajam) di Jembatan Landak Pontianak Utara pada Rabu (27/11/2024) tepat menjelang waktu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dalam kasus ini Polresta Pontianak mengamankan tiga pelaku inisial RA (18), MH (15) dan HA (13). Ketiga pelaku dijerat dengan pasal 76 c Jo pasal 80 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Jumlah ini merupakan warga Kota Pontianak yang kumpul geng merencanakan dan melakukan tawuran ini pure (murni) tawuran,” ucapnya.
Kejadian ini diduga karena adanya pembiaran dan rendahnya pengawasan orang tua terhadap anak. Terbukti kata Niyah, saat diamankan baik oleh pihak kepolisian maupun Satpol PP, anak-anak yang melakukan aksi tak beretika ini mereka beraktivitas di luar rumah di atas jam 12 malam. Bahkan mirisnya, banyak orang tuanya justru tidak mengetahui,bahwa anaknya sedang berada di luar rumah hingga larut malam.
“Seharusnya sebelum jam 12 malam itu, orang tua memastikan anak-anaknya berada di rumah masing-masing, tidak kumpul di luar rumah, jikapun ada di luar rumah seharusnya dicari,” kata Niyah.
Dalam penanganan masalah anak kata Niyah, untuk yang bukan ABH atau yang masiih sebagai saksi tidak boleh ditahan lebih dari 1x24 jam dan harus dikembalikan kepada orang tuanya. Selama mereka berada di rumah aman atau selter ataupun PLAT, pihaknya bekoordinasi dengen kemanag memberikan pemahaman tentang tanggung jawab mereka sebagai anak, sebagai warga masyarakat dan memperhatikan masa depan mereka. Sementara untuk ABH diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Keadilan Perlindungan Anak.
Sumber: https://rri.co.id/pontianak/daerah/1400567/penyebab-kenakalan-remaja-dan-anak-terlantar-di-pontianak